Cabuli 9 Anak, Mantan Calon Pendeta di Alor Dijatuhi Hukuman Mati, Ini 6 Hal yang Memberatkan
Seorang mantan calon pendeta atau vikaris di Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan pencabulan terhadap 9 anak.
TRIBUNTERNATE.COM - Seorang mantan calon pendeta atau vikaris di Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan pencabulan terhadap 9 anak.
Diketahui, pelaku aksi keji ini bernama Sepriyanto Ayub Snae alias SAS.
Kini, SAS telah dijatuhi vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi, Kabupaten Alor, NTT.
Sidang pembacaan putusan atau vonis ini digelar di Pengadilan Negeri Kalabahi, Rabu (8/3/2023).
Sepriyanto terbukti mencabuli 9 orang yang semuanya masih anak-anak.
Sebelumnya disebutkan bahwa korban pencabulan yang dilakukan SAS mencapai belasan anak.
Kepala Pengadilan Negeri Kalabahi, RM Suprapto melalui Juru Bicara Ratri Pamundhita mengatakan, putusan perkara persetubuhan terhadap anak dengan terdakwa SAS telah dibacakan.
Majelis Hakim hakim memvonis SAS hukuman mati.
Baca juga: Bocah 11 Tahun Tewas Terseret Banjir Bandang di Lahat, Sejumlah Akses Jalan Terputus
Baca juga: AG Ngaku Disuruh Mario Dandy Hapus Voice Note: Anak Eks Pejabat Pajak Lempar Tanggung Jawab
Baca juga: Sadis, Anak Kandung Tega Pukuli Orang Tua Sendiri, Diciduk Resmob Macan Gamalama Ternate
"Karena pidana mati, sehingga putusannya tidak ada yang meringankan terdakwa, namun yang memberatkan saja," ujar Ratri Pamundhita.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Dukung MKMK Usut Tuntas Dugaan Perubahan Putusan Pencopotan Hakim Aswanto
Kuasa Hukum SAS, Yefta O Djahasana mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum banding.
"Kami akan melakukan upaya hukum banding," katanya.
Tuntutan Hukuman Mati dan 6 Hal yang Memberatkan
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kalabahi menuntut hukuman mati terhadap SAS dalam sidang yang digelar pada Rabu, 22 Februari 2023 lalu.
Kepala Kejaksaan Negeri Alor, Abdul Muis Ali, SH, MH melalui Kasi Intel Zakaria Sulistiono SH menyebut ada 6 hal yang memberatkan terdakwa.
Sementara hal yang meringankan tidak ada.
“Sebagaimana dakwaan Pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Anak junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian Jaksa penuntut Umum juga membacakan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa SAS,” kata Zakaria, beberapa waktu lalu.
Menurut Zakaria, yang menjadi pertimbangan JPU menuntut hukuman mati kepada terdakwa adalah 6 hal yang memberatkan, dan tidak ada hal yang meringankan.
Keenam hal yang memberatkan tersebut, yakni :
- Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap anak, dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesopanan, dan kesusilaan
- Perbuatan terdakwa membuat korban trauma, dibully dalam pergaulannya dan merusak masa depan anak korban
- Perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat
- Terdakwa adalah seorang vikaris/calon pendeta yang dianggap suci oleh masyarakat, sehingga atas perbuatannya telah mencoreng nama vikaris dan gereja
- Korban berjumlah 9 orang yang merupakan anak-anak.
- Terdakwa tidak sepenuhnya jujur dalam memberikan keterangan di persidangan
- Menurut Zakaria tuntutan JPU Kejari Alor telah sesuai dengan fakta persidangan.
Kejahatan Kemanusiaan
Pemerhati anak dan perempuan NTT, Ana Waha Kolin, menyebut tindakan cabul Calon Pendeta Sepriyanto Ayub Snae masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan.
"Ini masuk dalam kejahatan kemanusiaan karena korban begitu banyak. Jangan sampai masih ada korban-korban lainnya," jelas Ana Waha Kolin, Selasa 20 September 2022 malam.
Kejahatan ini seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu, dia berharap agar aparat penegak hukum (APH) bekerja maksimal.
Selain itu, Ana Waha Kolin bermaksud agar penyelesaian kasus ini menjadi lebih jelas. Disamping itu, orang tua agar lebih ekstra hati-hati melindungi anak-anaknya.
Dia menegaskan, para tokoh agama memberi sanksi tegas kepada pelaku. Sebab, kejahatan ini tidak bisa ditolerir.
"Kepada tokoh agama agar memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku. Karena ini kejahatan yang luar biasa dan tidak boleh ditolerir. Juga mengimbau kepada semua umat melalui mimbar gereja terkait persoalan ini. Selain sanksi hukum, pelaku juga harus diberikan sanksi sosial," tegasnya.
Bahkan, Ana Waha Kolin mendorong kepolisian untuk menerapkan UU TPKS sebagai ketentuan terbaru terhadap penanganan kasus yang menimpa anak dan perempuan. Dengan begitu, APH bisa memberlakukan hukum yang setimpal bagi Calon Pendeta Sepriyanto Ayub Snae.
Selain Ana Waha Kolin, Veronika Ata, selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, menjelaskan, kekerasan seksual yang menimpa 14 orang patut dikecam.
Sebab, di tengah perjuangan Pemerintah, masyarakat, aktivis LSM, dan berbagai stakeholders lainnya untuk menghentikan kekerasan seksual, justru terjadi banyak anak menjadi korban.
Demi perlindungan terhadap korban, maka anak-anak perlu mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan. Anak-anak yang menjadi korban tersebut harus dilindungi identitasnya dan tidak persalahkan mereka.
"Kami mengecam kejahatan seksual yang terjadi pada 14 orang anak dan remaja ini apalagi oleh seorang vikaris," sebut Veronika Ata, Senin 19 September 2022.
LPA menegaskan, pelaku wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis agar mendapat hukuman maksimal atau seberat-beratnya untuk memberikan rasa keadilan bagi korban maupun efek jera bagi pelaku.
Ketua Forum PUSPA NTT, menyatakan penerapan pasal pidana terhadap pelaku, antara lain UU Perlindungan Anak, KUHP dan secara khusus UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.
"Selain hukuman kebiri yang diatur oleh UU Perlindungan anak, Pelaku dapat dikenakan pasal 12 UU no. 12/ tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)," sebut dia lagi.
Dalam pasal 12 ini mengatur tentang eksploitasi seksual, dengan hukuman maksimum 15 tahun. Bahkan ketentuan pasal 15 UU TPKS bahwa pidana ditambah sepertiga jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang. Adapun Pidana tambahan yakni pengumuman identitas pelaku.
"Kita berharap anak-anak yang menjadi korban bisa didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan. Sedangkan pelaku, wajib proses hukum, dikenakan pasal berlapis dan hukuman maksimal," kata Veronika.
LPA NTT mendorong agar kepolisian memberi perhatian serius terhadap kasus ini dalam memproses kasi tersebut.
"Penyidik harus menerapkan pasal berlapis dan menggunakan UU TPKS Bila masih terdapat korban, kami mendukung agar bisa ungkap dan laporkan," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Calon Pendeta Cabuli Anak di Alor Kategori Kejahatan Kemanusiaan
Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul BREAKING NEWS: Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi Vonis Mati SAS Eks Calon Pendeta
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hakim PN Kalabahi Jatuhkan Hukuman Mati untuk Eks Calon Pendeta yang Mencabuli 9 Anak di Alor
Kejari Taliabu Tangani 2 Perkara Pencabulan Anak di Bawah Umur, 1 Kasus Naik Tahap II |
![]() |
---|
Polres Halmahera Selatan Dalami Alat Bukti Kasus Pencabulan 3 Siswa SMA di Obi |
![]() |
---|
Keluarga Terduga Korban Kasus Pencabulan di Halmahera Selatan Minta Atensi Kapolda Maluku Utara |
![]() |
---|
Terbukti Cabuli Anak Tiri, Ayah di Halmahera Selatan Terancam 15 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Lambat Tangani Kasus Pencabulan Anak, Kinerja Satreskrim Polres Halmahera Selatan Disorot |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.