Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Kemenkumham Malut

Wamenkum RI : Tantangan KUHP Nasional Ubah Paradigma Hukum Pidana

Ada satu tantangan besar yang menjadi visi dan misi KUHP nasional, yaitu mengubah paradigma hukum pidana

Dok : Humas Kanwil Kemenkum Malut
KUHP : Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej diwawancarai usai webinar. Ia mengatakan para tim penyusun Rancangan UU KUHP telah menyiapkan dua hal, yakni membentuk peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi KUHP nasional secara masif, Kamis (29/1/2025). 

TRIBUNTERNATE.COM- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional akan berlaku di tahun 2026.

Sejak disahkan pada 6 Desember 2022, dan diundangkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ada satu tantangan besar yang menjadi visi dan misi KUHP nasional, yaitu mengubah paradigma hukum pidana.

Baca juga: Kejari Halmahera Selatan Diminta Gunakan UU Perbankan dalam Kasus BPRS

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan bahwa para tim penyusun Rancangan UU KUHP telah menyiapkan dua hal, yakni membentuk peraturan pelaksana dan sosialisasi KUHP nasional secara masif.

“Karena KUHP mengubah paradigma kita dalam konteks hukum pidana, dan sampai sekarang ini kalau saya mau jujur, kita semua mau jujur, paradigma kita itu belum berubah,” ujar pria yang akrab disapa Eddy ini.

Lanjut Eddy, menerima paradigma baru itu tidaklah mudah, karena orientasinya tidak lagi meletakkan hukum pidana sebagai lex talionis atau sarana balas dendam.

Melainkan KUHP nasional menempatkan hukum pidana dengan tiga visi utama yang menjadi paradigma hukum pidana moderen, yaitu keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.

“Mengubah paradigma itu sulit, yang pertama menjadi sasaran adalah aparat penegak hukum, baru kemudian kita seluruh masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ujarnya saat memberikan materi kunci dalam Webinar Sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Auditorium Prof. Muladi, Politeknik Pengayoman Indonesia, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum, Tangerang, Kamis (30/01/2025).

Menurut Wamenkum, KUHP selain memberikan tantangan dalam mengubah paradigma hukum pidana, juga menyita waktu puluhan tahun lamanya dalam proses pembuatannya.

Jika dihitung sejak izin prakarsa di 1957 hingga disahkan pada akhir 2022, tercatat pembuatan KUHP berlangsung lebih dari 60 tahun.

“Tetapi kalau dihitung sejak rancangan pertama masuk ke DPR tahun 1963, berarti lamanya pembuatan itu 59 tahun,” kata Eddy.

Eddy menyatakan, waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan KUHP tidaklah singkat, tetapi itu bukan sesuatu yang luar biasa.

Karena tidak ada satu pun negara di dunia ini, yang ketika dia terlepas dari penjajahan, dia bisa menyusun KUHP dalam waktu singkat.

“Belanda yang hanya sebesar provinsi Jawa Barat, dia membutuhkan waktu 70 tahun untuk membuat Wetboek van Strafrecht (WvS). Jadi kalau kita 59 tahun itu sebetulnya tidak lama, meskipun dalam pembuatan UU kita itu termasuk sangat lama,” ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.

Eddy menjelaskan, jika menyusun KUHP di negara yang multi etnis, multi religi, multi culture seperti indonesia itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved