Opini
Tinjauan Kriminologis Terhadap Fenomena Tewas tak Wajar di Maluku Utara
Teori-teori kriminologi kontemporer telah bergeser dari pendekatan klasik yang berfokus pada pelaku kejahatan sebagai individu rasional
Dalam konteks Maluku Utara, transformasi sosial ini terjadi pada individu maupun sistem sosial. Ketiga, Disrupsi Sistem Sosial: Dalam perspektif sosiologis, disrupsi ini merupakan fase dimana terjadinya sistem perubahan sosial secara lebih radikal.
Jadi benar-benar tercabut dari akarnya (KBBI). Banyak sistem atau tata sosial lama yang tergantikan dengan sistem baru.
Relasi-relasi sosial budaya mengalami perubahan mulai dari bentuk, media, bahkan waktu dan Bahasa. Perubahan besar-besaran ini terjadi akibat inovasi dan teknologi, sehingga mengubah cara hidup manusia.
Namun, dapat dipastikan bahwa faktor kunci dari semua proses, fase, dan tahapan perubahan-perubahan tetap tunggal yakni manusia.
Itulah kenapa, munurut penulis dukungan tradisional dan institusi sosial harus benar-benar dijaga serta ditumbuhkan bersama demi menghindari hal-hal yang disebut krisis personal. Bagaimana dengan kondisi ini di Maluku Utara serta cara adaptasinya?
Lima Moda Adaptasi Merton dalam Konteks Maluku Utara
Merton mengidentifikasi lima cara individu beradaptasi terhadap ketegangan struktural, yang jika diamati dalam konteks bunuh diri di Maluku Utara dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Konformitas (conformity). Yaitu individu menerima baik tujuan budaya maupun sarana institusional. Di Maluku Utara, kelompok ini adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan sosial-ekonomi, misalnya melalui pendidikan atau migrasi yang berhasil. Kelompok ini cenderung memiliki risiko bunuh diri rendah karena relatif berhasil mengintegrasikan aspirasi dan kesempatan.
Kedua, Inovasi (innovation). Yaitu individu menerima tujuan budaya tetapi menolak atau tidak memiliki akses terhadap sarana institusional yang sah, sehingga mengembangkan cara-cara alternatif (sering kali ilegal).
Di Maluku Utara, hal ini terlihat pada terjadinya aktivitas-aktivitas ilegal seperti Online Prostitution dengan memanfaatkan perkembangan teknologi atau aktivitas ekonomi informal lainnya.
Ketika jalur inovasi ini gagal atau menghadapi sanksi sosial/hukum yang berat, individu dapat mengalami krisis identitas yang memicu ide bunuh diri.
Ketiga, Ritualisme (ritualism). Yakni individu menurunkan aspirasi atau menolak tujuan budaya dominan sambil tetap mematuhi sarana institusional.
Di Maluku Utara, ini tercermin pada individu yang "pasrah" dengan kondisi kemiskinan namun tetap mengikuti aturan sosial.
Meskipun jarang terkait langsung dengan bunuh diri, ritualisme jangka panjang dapat menghasilkan kondisi alienasi dan kehilangan makna hidup yang meningkatkan risiko depresi kronis.
Keempat, Retreatisme (Retreatism). Berupa individu yang menolak baik tujuan budaya maupun sarana institusional yang sah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.