Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Halmahera Selatan

DPRD Halmahera Selatan Didesak Bentuk Pansus untuk Telusuri Kasus BPRS Saruma Sejahtera

"DPRD Halmahera Selatan tidak bisa menutup mata atas lambannya proses hukum yang berjalan, "kata praktisi hukum Bambang Joisangadji

Penulis: Nurhidayat Hi Gani | Editor: Munawir Taoeda
Tribunternate.com/Nurhidayat Hi Gani
STATEMENT: Kantor DPRD Halmahera Selatan, Maluku Utara yang berlokasi di Jl Kebun Karet, Desa Kampung Makian, Kecamatan Bacan Selatan, Selasa (12/11/2024). Praktisi hukum menilai penanganan kasus korupsi BPRS Saruma Sejahtera harus ditangani serius 

TRIBUNTERNATE.COM, BACAN - Praktisi Hukum Maluku Utara Bambang Joisangadji mendesak DPRD Halmahera Selatan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri dugaan korupsi di tubuh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma Sejahtera.

Adapun dugaan korupsi di BPRS telah diusut Kejari Halmahera Selatan dan telah naik ke tahap penyidikan.

Namun Bambang menilai, proses hukum kasus ini mandek karena tidak ada yang dimintai pertanggung jawaban hukum.

Menurutnya, skandal dugaan korupsi BPRS yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp 15 miliar itu tak bisa lagi ditangani setengah hati.

Baca juga: Alasan Pemkab Halmahera Selatan Mulai Bentuk Kopdes Merah Putih

Apalagi ada beberapa pejabat yang disebut-sebut terseret dalam kasus ini. Yaitu mantan Sekda Halmahera Selatan Safiul Turuy dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Aswin Adam.

"Sudah lebih dari setahun sejak kasus ini diungkap, tapi proses hukumnya jalan di tempat."

"Jadi DPRD perlu ambil langkah, yakni membentuk Pansus untuk telusuri, "ujar Bambang pada Kamis (17/4/2025).

Bambang mengatkan DPRD tidak bisa menutup mata atas lambannya proses hukum yang berjalan. 

Ia menekankan, pembentukan pansus bukan hanya bentuk kontrol politik, tapi juga wujud pertanggung jawaban moral kepada publik dalam mengawal keuangan daerah.

"Kalau pejabat daerah disebut-sebut dalam laporan, maka DPRD wajib turun tangan."

"Skandal ini terlalu besar untuk dianggap persoalan administratif semata, "jelasnya.

Bambang menjelaskan, pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menegaskan bahwa pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kredit bisa berujung pada pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Pemberian kredit tanpa jaminan oleh BPRS Saruma Sejahtera kepada sejumlah debitur yang notabanenya perusahaan infrastruktur, mengindikasikan adanya dugaan kuat unsur pidana, bukan semata keteledoran prosedural. 

"Kerugian negara tidak mungkin muncul tiba-tiba. Ini ada pola sistemik, dan kuat dugaan korupsi, "ungkapnya.

Baca juga: Batal Berangkat, CJH di Halmahera Selatan Komplen Vonis Dokter: Ini Tidak Masuk Akal

Bambang juga menyoroti mandeknya proses penyidikan kasus ini. Ia menyebutkan sejak Januari 2024 lalu, Kejari Halmahera Selatan telah mengantongi sejumlah nama yang diduga terlibat.

Tetapi hingga kini, belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, situasi ini mempertegas lemahnya komitmen penegakan hukum dalam kasus yang telah berlarut-larut tersebut. 

"DPRD memiliki beban moral untuk memastikan kasus ini tidak berakhir di tengah jalan. Mereka tidak bisa terus berdiam diri sementara publik menunggu kejelasan, "tegasnya. (*)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved