Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

DOB Sofifi

Markas : DOB Sofifi Bukan Kepentingan Elit, Tapi Amanat Undang-Undang

Jubir Majelis Rakyat Kota Sofifi (Markas), Ibrahim Asnawi, menegaskan bahwa perjuangan yang dilakukan pihaknya bukan dilatarbelakangi kepentingan

Penulis: Fizri Nurdin | Editor: Sitti Muthmainnah
TribunTernate.com/Fizri Nurdin
DESAKAN DOB: Majelis Rakyat Kota Sofifi (MARKAS), di Podcasts di kantor Tribunternate.com, Kamis (24/7/2025) malam. Podcast, itu juga dihadiri langsung oleh Ketua Markas, Muhammad Imam juga kuasa hukum Markas Sumarjo Makitulung, dan lainnya, Jumat (25/7/2025). 

TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFIĀ - Juru Bicara (Jubir) Majelis Rakyat Kota Sofifi (Markas), Ibrahim Asnawi, menegaskan bahwa perjuangan yang dilakukan pihaknya bukan dilatarbelakangi kepentingan kelompok atau elit politik tertentu.

Melainkan semata-mata menuntaskan amanat konstitusi yang telah diabaikan negara.

"Kenapa kita ikut berjuang? karena kita tahu persis ini bukan suatu kepentingan elit politik. Ini persoalan amanat konstitusi yang harus kita tuntaskan," tegas Ibrahim, dalam podcas di kantor Tribunternate.com, Kamis (24/7/2025) malam.

Baca juga: Ingin Bepergian ? Cek Prakiraan Cuaca Bandara Babullah Ternate Hari Ini, Jumat 25 Juli 2025

Ibrahim menepis, berbagai opini liar yang beredar di luar bahwa perjuangan menjadikan Sofifi sebagai daerah otonomi baru (DOB) merupakan kepentingan segelintir orang, terutama elit politik.

"Kami ingin sampaikan dengan tegas, gerakan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan siapa pun. Gubernur saat ini pun tidak berkaitan dengan gerakan ini."

"Undang-Undang Pembentukan Provinsi Maluku Utara lahir 4 Oktober 1999, saat itu kita bahkan belum tahu di mana posisi gubernur saat ini. Maka dari itu, perjuangan ini murni untuk menagih janji Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999," jelasnya.

Ibrahim merujuk pada Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, yang menyebutkan kedudukan ibu kota Provinsi Maluku Utara berada di Sofifi dan harus difungsikan paling lambat lima tahun, sejak undang-undang itu diundangkan.

"Ini soal ketidakpatuhan negara terhadap keputusan negara sendiri. Negara ini adalah negara hukum. Jika ada pertimbangan konflik atau kendala lain, kenapa dulu Sofifi yang dipilih?."

"Sekarang kami generasi hari ini menanggung beban kelalaian masa lalu. Kami ingin tegaskan lagi, menjadikan Sofifi sebagai ibu kota bukan keinginan MARKAS, bukan keinginan kelompok tertentu, tapi amanat Undang-Undang 46," imbuhnya.

Menurutnya, negara dan seluruh rakyat harus tunduk dan patuh terhadap undang-undang tersebut, karena UU 46 adalah undang-undang spesifik, yang secara eksplisit menyebutkan kedudukan Sofifi.

"Tugas kami adalah mendorong, menagih janji itu. Ini bukan keinginan kelompok, tapi keinginan undang-undang," tegas Ibrahim.

Sementara itu, Kepala Desa Balbar Amir Abdullah turut menyuarakan hal senada.

Ia menilai Sofifi adalah wajah Provinsi Maluku Utara dan sudah seharusnya diberi perhatian serius.

"Saya kira hal yang paling penting adalah publik Maluku Utara, seluruh kabupaten/kota, mengetahui bahwa Kota Sofifi adalah wajah provinsi ini," katanya.

Ia menyayangkan kondisi Sofifi yang selama 26 tahun menjadi pusat pemerintahan, namun belum terbangun layaknya sebuah ibu kota.

"Naif rasanya jika kita lalai memperjuangkan amanat yang telah tercantum dalam undang-undang."

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved