DP3A Malut bersama UPTD dan tenaga psikolog, kata Desy, terus memberikan layanan pendampingan, baik mental maupun sosial, agar para korban bisa bangkit kembali.
“Anak-anak korban ini ibarat sudah jatuh ke jurang. Untuk bangkit lagi butuh usaha besar, bukan hanya dari mereka, tapi juga dari kita semua. Karena kalau luka psikologis dibiarkan, bisa jadi trauma seumur hidup,” tutur Desy.
Ia mencontohkan, salah satu korban remaja yang mengalami kekerasan seksual bahkan sampai melahirkan. DP3A mendampingi proses persalinan hingga mencari keluarga alternatif yang menjamin masa depan bayi tersebut melalui prosedur resmi.
“Anak korban tetap harus mendapat haknya, termasuk tetap bersekolah. Kami sudah menempatkan beberapa korban di sekolah-sekolah yang mau menerima mereka, agar tidak terputus pendidikannya,” tambahnya.
Baca juga: Rakor Inflasi Kemendagri, Pemkot Tidore Laporkan Stabilitas Harga Bapok
Selain penanganan kasus, ia menuturkan bahwa pihaknya juga bekerjasama dengan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, serta lembaga terkait, untuk memastikan korban yang dirujuk ke luar daerah mendapat biaya transportasi, perawatan, hingga kebutuhan dasar.
Saat ini, tercatat hampir 40 pasien kasus kekerasan yang didampingi, sebagian sudah sembuh, namun ada juga yang meninggal dunia.
Desy berharap, masyarakat lebih berani melapor melalui mekanisme berjenjang, mulai dari pemerintah kabupaten/kota hingga ke provinsi.