Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pemprov Malut

Sarifudin Tagih Janji Kaki Palsu, Dinsos Maluku Utara: Harus Kolektif Minimal 5 Orang

Harapan mendapat kembali kebebasan bergerak membuat seorang pria difabel asal Kota Tidore Kepulauan, Sarifudin Hi. Taib Abukasim

Penulis: Fizri Nurdin | Editor: Sitti Muthmainnah
TribunTernate.com/Fizri Nurdin
BANTUAN: Hi. Sarifudin Hi. Taib Abukasim, rela menempuh perjalanan bolak-balik dari Tidore, Ternate hingga Sofifi. Pria kelahiran Kelurahan Mareku, Tidore Kepulauan ini datang ke Kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi, dengan maksud menemui Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Malut, Zen Kasim, Senin (1/9/2025). 

TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFI - Harapan mendapat kembali kebebasan bergerak membuat seorang pria difabel asal Kota Tidore Kepulauan, Sarifudin Hi. Taib Abukasim, rela menempuh perjalanan bolak-balik dari Tidore, Ternate hingga Sofifi.

Namun, perjuangannya belum membuahkan hasil.

Pria kelahiran Kelurahan Mareku, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan ini datang ke Kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi, dengan maksud menemui Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Malut, Zen Kasim.

Baca juga: GPM Taliabu Demo Kantor Bupati hingga DPRD, Soroti Pinjaman Daerah dan Infrastruktur

Ia ingin menagih janji bantuan kaki palsu yang pernah disampaikan kepadanya.

Karena keterbatasan biaya, Sarifudin mengaku sudah lebih dari sepekan tinggal dan tidur di Masjid Raya Sofifi. 

Dengan kursi roda sederhana, ia tetap berusaha keluar-masuk kantor pemerintah untuk mencari kejelasan bantuan yang dijanjikan.

"Saya sudah bolak-balik dari Tidore, Ternate sampai Sofifi. Sudah hampir sebulan lebih saya berada di Sofifi. Karena tidak ada biaya, saya tidur di masjid."

"Pernah saya sakit karena tahan makan, sehari kadang hanya sekali makan," ujar Sarifudin dengan suara terbata, saat ditemui di lobi Kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi, Senin (1/9/2025).

Sarifudin mengaku pernah dijanjikan kaki palsu oleh pihak Dinsos Malut. Bahkan, ia sempat mengeluarkan biaya pribadi dengan membayar uang muka untuk memesan kaki palsu. Namun, proses itu gagal karena biayanya tidak mencukupi.

"Waktu itu saya DP Rp2,5 juta untuk pesan kaki palsu, tapi batal karena total biayanya Rp3,3 juta. Kalau di Jakarta bahkan bisa lebih mahal sampai Rp5,6 juta. Karena tidak sanggup, saya harap bantuan dari pemerintah. Tapi sampai sekarang belum juga ada,"ungkapnya.

Ia menambahkan, bantuan dari pemerintah seharusnya bisa menyasar langsung kepada individu difabel yang membutuhkan, tanpa harus menunggu jumlah penerima dalam skala besar.

"Kalau hanya satu orang, katanya tidak bisa. Harus banyak orang baru bisa dilayani. Tapi saya ini manusia, kebutuhan saya mendesak," ujarnya dengan nada kecewa.

Menanggapi keluhan tersebut, Plt Kepala Dinas Sosial Maluku Utara, Zen Kasim, membantah tudingan bahwa pihaknya menelantarkan Sarifudin.

"Pak Udin itu bukan kami tidak perhatikan. Kami sudah pernah tempatkan dia di Himo-Himo, tapi beliau keluar sendiri. Di sofiif juga kami antar suruh balik dulu, tapi ternyata beliau lebih memilih turun di Masjid Raya Sofifi," jelas Zen saat dikonfirmasi wartawan.

Zen menerangkan, pengadaan kaki palsu berbeda dengan kursi roda atau tongkat tidak bisa dibeli langsung. Prosesnya membutuhkan tenaga ahli medis dan harus dilakukan secara kolektif agar efisien.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved