Kemenkum Malut
Tradisi Penyelesaian Sengketa Hukum ‘Sopik’ Jadi Ekspresi Budaya Dilindungi
Maluku Utara dihuni oleh berbagai suku etnis yang memiliki bahasa, adat dan budaya yang beragam. Sebagian besar masih memegang teguh tradisi adat
Ringkasan Berita:
- Maluku Utara dihuni oleh berbagai suku etnis yang memiliki bahasa, adat dan budaya yang beragam. Sebagian besar masih memegang teguh praktek tradisi adat dalam menyelesaikan masalah warganya termasuk sengketa hukum.
- Salah satu etnis yang masih mempraktekan hukum adat dalam menyelesaikan sengketa perdata antar warga yaitu etnis Tahane yang dikenal dengan nama “Sopik”.
- Berdasarkan data dari DJKI Kemenkum, tertulis bahwa tradisi adat Sopik masuk sebagai KIK kategori ekspresi budaya tradisional
TRIBUNTERNATE.COM– Maluku Utara dihuni oleh berbagai suku etnis yang memiliki bahasa, adat dan budaya yang beragam. Sebagian besar masih memegang teguh praktek tradisi adat dalam menyelesaikan masalah warganya termasuk sengketa hukum.
Salah satu etnis yang masih mempraktekan hukum adat dalam menyelesaikan sengketa perdata antar warga yaitu etnis Tahane (Dauri), Halmahera Selatan yang dikenal dengan nama “Sopik”.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum), tertulis bahwa tradisi adat Sopik masuk sebagai kekayaan intelektual komunal (KIK) kategori ekspresi budaya tradisional (EBT) atas permohonan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Daerah (Pemda) Halsel, sehingga telah dilindungi negara.
Baca juga: 12 Ramalan Shio Besok Kamis 13 November 2025 Lengkap soal Cinta, Karier, Nomor Hoki
Kakanwil Kemenkum Malut, Budi Argap Situngkir, dalam keterangannya mengatakan bahwa ekspresi budaya tradisional ialah segala bentuk ungkapan karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya.
“Ekspresi budaya menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional dan diwariskan secara komunal dari satu generasi ke generasi lainnya yang patut dilindungi dan dilestarikan,” ujar Argap dalam rilis yang diterima Tribunternate.com, Rabu (12/11).
Argap menerangkan, salah satu manfaat pencatatan kekayaan intelektual komunal seperti ekspresi budaya tradisonal yaitu agar tidak diklaim daerah lain.
Selain itu dapat memberikan manfaat bagi penyelesaian sengketa, termasuk dalam mendorong ketertarikan wisatawan, dan pelestarian budaya tradisional secara turun temurun.
Untuk itu ia meminta pemerintah daerah, dan masyarakat untuk dapat bersinergi mendorong pelindungan KIK melalui pencatatan pada DJKI Kemenkum, atau dapat berkordinasi bersama Kemenkum Malut.
Baca juga: Sering Terjadi Kecelakaan, Polisi Perbaiki Jalan Tanjakan Gunung Sampe Taliabu
“Tujuannya mengidentifikasi potensi kekayaan intelektual komunal di Malut seperti ekpresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, potensi indikasi geografis, sumber daya genetik, dan ragam potensi lainnya untuk dilindungi dan diberdayakan bagi kepentingan masyarakat,” pungkas Argap.
Adapun tradisi Sopik dipraktekan secara turun temurun hingga sekarang digunakan untuk penyelesaian sengketa terutama sengketa perdata, seperti sengketa batas kebun, warisan dan persoalan perdata lainnya.
Tradisi hukum Sopik dinilai sebagai tempat pengadilan terakhir bagi para etnis Tahane dengan cara yang unik. Sampai saat ini, tradisi hukum Sopik terus dilestarikan secara turun-temurun. (*)
| Ranperda Larangan Praktik Prostitusi di Halmahera Tengah Masuk Tahap Penyempurnaan |
|
|---|
| Jeruk Sabalaka Khas Kelurahan Topo Tidore Masuk Sumber Daya Genetik yang Dilindungi |
|
|---|
| Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Halmahera Tengah Diharmonisasi |
|
|---|
| Kemenkum Malut Perkuat Daya Saing Pelaku UMKM Lewat Harmonisasi Ranperda |
|
|---|
| Weda Kota Nikel Fagogoru Jadi City Branding Berbasis KI Milik Pemkab Halmahera Tengah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ternate/foto/bank/originals/dauri-kemenkum-malut.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.