Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Terkini Internasional

Selama Protes Anti-Kudeta di Myanmar, Lebih dari 500 Orang Tewas di Tangan Junta Militer

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP) telah mengonfirmasi, total ada 510 warga sipil tewas.

AFP via Aljazeera.com
Para pedemo memegang tameng buatan sendiri saat unjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 3 Maret 2021. 

"Amerika Serikat mengutuk keras kekerasan brutal pasukan keamanan Burma terhadap warga sipil," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai, menggunakan nama lama Myanmar, Burma.

Pernyataan tersebut secara efektif menghapus Myanmar dari Sistem Preferensi Umum, di mana AS memberikan akses bebas bea impor dari sejumlah negara berkembang jika mereka memenuhi standar utama.

Pada Sabtu pekan lalu, militer Myanmar menandai Hari Angkatan Bersenjata tahunan dengan parade besar pasukan dan baju besi di ibu kota Naypyidaw.

Namun, pada hari itu juga terjadi penindasan berdarah terhadap protes di seluruh negeri, dengan setidaknya 107 orang tewas, termasuk tujuh anak-anak.

Terlepas dari pertumpahan darah tersebut, pengunjuk rasa kembali muncul pada hari Senin.

Sementara, para pelayat di pemakaman korban tewas Sabtu sebelumnya menunjukkan penghormatan tiga jari yang telah menjadi simbol dari gerakan anti-kudeta.

Anggota Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan pada Rabu (31/3/2021) untuk membahas situasi tersebut, kata sebuah sumber diplomatik, setelah Inggris menyerukan pembicaraan darurat.

Kekejaman militer Myanmar telah memancing kecaman dari berbagai negara.

Prancis mengutuk kekerasan militer, dan melabelinya "buta dan mematikan."

Sementara, China menambahkan suaranya ke ungkapan keprihatinan internasional pada hari Senin, menyerukan semua pihak untuk menahan diri.

Di Rusia, Kremlin mengatakan pihaknya "sangat prihatin" dengan meningkatnya jumlah korban sipil, meskipun mengakui pihaknya membangun hubungan dengan otoritas militer Myanmar.

Selain itu,, AS, Inggris, dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar sebagai tanggapan atas kudeta militer dan tindakan keras.

Namun sejauh ini, tekanan diplomatik belum bisa membujuk para jenderal di Myanmar untuk mengurangi tekanannya.

SUMBER: AFP via Channel News Asia

(TribunTernate.com/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved