Terkini Internasional
Turki Keluar dari Perjanjian Internasional Melawan Kekerasan terhadap Perempuan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memutuskan untuk keluar dari perjanjian pertama di dunia untuk mencegah dan memerangi kekerasan terhadap perempuan
Namun, kelompok-kelompok hak-hak perempuan menuduh Ankara menarik diri dari perjanjian itu untuk menyenangkan kaum konservatif pada saat partai berbasis Islam yang berkuasa di masa Erdogan mencatat tingkat dukungan yang menurun.
Mundurnya Turki dari Konvensi Istanbul juga dikecam oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Pada Selasa (29/6/2021) lalu, pengadilan administrasi tertinggi Turki menolak upaya untuk membatalkan mundurnya negara itu dari Konvensi Istanbul.
Pihak pengadilan mengatakan bahwa Erdogan memiliki "wewenang" untuk membuat keputusan.
BAHAYA MENINGKAT
Tahun lalu, sebanyak 300 wanita tewas terbunuh di Turki, menurut kelompok hak asasi We Will Stop Femicide Platform.
Sementara 189 wanita juga telah terbunuh sepanjang tahun ini.
"Penarikan dari pakta tersebut mengirimkan pesan yang sembrono dan berbahaya kepada para pelaku yang menyalahgunakan, melukai, dan membunuh para wanita: bahwa mereka dapat terus melakukannya tanpa mendapat hukuman," kata sekretaris jenderal Amnesty International, Agnes Callamard.
Sebelum penarikan, organisasi perempuan mendesak Ankara untuk menerapkan perjanjian untuk melindungi kaum perempuan.
"Kami berjuang agar konvensi dilaksanakan. Mereka percaya mereka bisa keluar dari konvensi dengan kata-kata dari satu pria. Tapi para wanita tidak akan menyerah," kata Ipek Deniz, 35, kepada AFP di Istanbul.
Kegubernuran Istanbul melarang pawai Pride pada akhir pekan lalu.
Saat itu, polisi mengerahkan kekuatannya saat menahan puluhan pengunjuk rasa dan menjepit seorang fotografer AFP ke tanah, hingga hal ini memicu pengaduan resmi.
Parade tersebut diadakan setiap tahun di Istanbul hingga tahun 2015, dan biasa dihadiri oleh ribuan orang.
Kritikus mengatakan larangan pawai Pride dan penarikan diri dari Konvensi Istanbul menunjukkan Islamisasi merayap di bawah era Recep Tayyip Erdogan, yang pertama kali berkuasa sebagai perdana menteri pada 2003 silam.
SUMBER: AFP via Channel News Asia
(TribunTernate.com/Rizki A.)