Di KPK Darurat, Febri Diansyah Ungkap 5 Alasan Jokowi Harus Angkat 56 Pegawai KPK Nonaktif Jadi ASN
Febri Diansyah memaparkan lima alasan mengapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengangkat 56 pegawai KPK yang diberhentikan melalui TWK.
TRIBUNTERNATE.COM - Sengkarut yang terjadi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang berujung pada pemberhentian dengan hormat terhadap 57 pegawai menuai kekecewaan dari masyarakat.
Buntut dari kekecewaan ini, solidaritas masyarakat sipil mendirikan Kantor Pemberantasan Korupsi Darurat (KPK Darurat) di depan Gedung ACLC KPK atau gedung lama lembaga antirasuah itu.
Diketahui, sejumlah elemen masyarakat sipil terlibat dalam KPK Darurat tersebut.
Di antaranya, BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Koalisi Bersihkan Indonesia.
Kemudian, ICW, Amnesty International Indonesia, YLBHI, LBH Jakarta, SERBUK, KASBI, KPBI, LBH PP Muhammadiyah, dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Tak hanya mengenai polemik TWK, KPK Darurat didirikan juga sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini.
Baca juga: 56 Pegawai KPK Diberhentikan, Febri Diansyah: Kesewenangan Terjadi tanpa Malu-malu
Baca juga: Harta Kekayaan Pejabat Naik selama Pandemi Covid-19, Febri Diansyah: Ada 2 Hal yang Perlu Diperjelas
Baca juga: Wakil Ketua KPK Langgar Kode Etik, Febri Diansyah: Dewas Sebenarnya Punya Pilihan Sanksi Berat Lain
Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dilantik menjadi Juru Bicara Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi pada Jumat (24/9/2021).
Saat hadir di KPK Darurat Jumat kemarin, Febri Diansyah menyampaikan orasi yang berisikan beberapa hal, salah satunya adalah alasan mengapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengangkat 56 pegawai KPK yang diberhentikan melalui TWK.
Hal ini diuraikan Febri Diansyah melalui sebuah utas cuitan di akun Twitter-nya, @febridiansyah, Sabtu (25/9/2021).
Dalam utas cuitannya, Febri Diansyah memaparkan lima alasan.
Pertama, Febri Diansyah menyebut presiden adalah kepala negara, dan menjadi pemimpin tertinggi dalam penyelenggaraan negara Indonesia.
Menurutnya, dengan status tersebut Jokowi seharusnya mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini.
"Alasan 1"
"Presiden adalah Kepala Negara. Sebagai Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia adalah Pemimpin tertinggi dalam penyelenggaraan negara ini. Apalagi terkait Pemberantasan Korupsi. Karena kt tahu, Korupsi adalah virus paling jahat yg menggerogoti negara." tulis Febri dalam utas cuitannya.
Alasan kedua yang dipaparkan oleh Febri adalah presiden yang merevisi UU KPK bersama DPR, dan memasukkan KPK ke rumpun eksekutif sesuai UU No. 19 Tahun 2019 Pasal 1.
Dengan begini, presiden seharusnya bisa menggunakan wewenangnya untuk intervensi polemik TWK KPK.
"Alasan 2"
"Presiden bersama DPR lah yg merevisi UU KPK sehingga menempatkan KPK dalam rumpun eksekutif (Pasal 1 angka 3 UU 19 tahun 2019). Bahkan, Presiden jg yg mengirim surat ke DPR & menugaskan Menkumham & Menpan RB utk membahas revisi UU KPK." lanjut Febri.
Baca juga: ICW Desak Jokowi untuk Ambil Sikap dalam Polemik TWK KPK, Ini 10 Alasannya
Baca juga: Novel Baswedan: Pimpinan KPK Barangkali Merasa di Atas Pemerintah
Baca juga: Jokowi Lepas Tangan Soal TWK KPK, tapi Diminta Jadi Saksi Nikah Influencer Langsung Bergegas
Baca juga: 56 Pegawai KPK yang Dipecat Tak Dapat Pesangon, Novel Baswedan Dkk Hanya Terima Tunjangan Hari Tua
Ketiga, Febri menyebut bahwa presiden menjadi pemegang kekuasaan tertinggi untuk pembinaan pegawai negeri sipil (PNS).
Sehingga, presiden dapat menggunakan wewenangnya untuk mengangkat maupun memberhentikan PNS, termasuk bagi para pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
"Alasan 3"
"Presiden yg menandatangani Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2020 ttg Manajemen PNS. Presiden disebut sbg pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS, shg berwenang: mengangkat, memberhentikan & memberhentikan PNS. Kekuasaan yg ada di KPK hanya delegasi dari Presiden." jelas Febri.
Dalam alasan keempat, Febri Diansyah menyinggung janji politik yang pernah diumbar oleh Jokowi pada saat pencalonan presiden di periode satu maupun dua.
Saat itu, Jokowi pernah menyatakan janjinya untuk memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Menurut Febri Diansyah, upaya pelemahan KPK melalui penyingkiran 56 pegawainya dengan TWK menjadi momen penting bagi Jokowi untuk menepati janjinya.
"Alasan 4"
"Janji politik saat menjadi calon Presiden baik periode 1 dan 2 dan pernyataan politik sebagai Presiden untuk memperkuat KPK dan Pemberantasan Korupsi. Inilah saat terbaik menyelamatkan KPK dari persekongkolan menyingkirkan para pegawai KPK menggunakan TWK yg bermasalah." sambungnya.
Kemudian untuk alasan kelima, Febri Diansyah menyebutkan bahwa Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah menemukan maladministrasi dalam pelaksanaan TWK.
Kedua lembaga negara itu bahkan menyebut ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
Selain itu, Febri menyebut bahwa kejanggalan TWK juga terlihat ketika para pegawai yang tak lolos ujian itu tidak diberitahu informasi TWK yang membuat mereka diberhentikan.
"Alasan 5"
"Dua lembaga negara, @OmbudsmanRI137 @KomnasHAM menemukan masalah serius dlm pelaksanaan TWK.. ORI menemukan maladministrasi & Komnas HAM blg ada 11 pelanggaran HAM dlm pelaksanaan TWK. Bahkan, para pegawai dihambat mengetahui info TWK yg mbuat mereka disingkirkan." jelas Febri.
Baca juga: Pegawai KPK Diberhentikan, Presiden Tak Bisa Abaikan Rekomendasi Ombudsman, YLBHI Tunggu Kewenangan
Baca juga: Fahri Hamzah Puji Firli Bahuri, Ketua WP KPK: Semua Mantan Ketua KPK Tahu Seluk-beluk KPK
Di bagian akhir cuitannya, Febri Diansyah menyampaikan pesan kepada Presiden Jokowi.
Bahwa warga negara berhak menyampaikan harapannya kepada seorang presiden.
Meski ia mengamini bahwa seorang presiden tidak bisa dipaksa atau didikte untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini intervensi TWK KPK, meskipun itu sudah menjadi tanggung jawab seorang presiden.
Ia pun meminta Jokowi dengan hormat untuk mengambil tindakan di situasi KPK yang tengah carut marut saat ini.
"Kita mmg tidak bs paksa Presiden lakukan sesuatu, sekalipun mestinya ini tanggungjawab Presiden & sepatutnya tdk dilimpahkan pd yg lain. Kt jg mmg tdk bisa mendikte Presiden. Hanya, sbg warga negara, kita berhak smpaikan harapan.. Harapan agar Presiden bertindak sbg Presiden." kata Febri.
"Pak Presiden yg kami hormati, kondisi KPK berada pada situasi paling kelam.. Berbuatlah sesuatu.. Niscaya ini akan jadi cerita untuk generasi nanti.. Bahwa pernah ada sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang Presiden yang …. #SuratUntukPresiden END" pungkasnya.
Gedung Merah Putih KPK Telah Dibajak
Dalam orasinya saat berada di KPK Darurat, Febri Diansyah juga mengatakan, Gedung Merah Putih KPK telah dibajak.
Padahal, gedung yang ada sejak 2012 itu dibangun dengan uang receh yang mungkin bagi sebagian orang tidak berharga.
Uang itu, ujar dia, dikumpulkan untuk membangun Gedung Merah Putih dengan harapan agar pemberantasan korupsi betul-betul menjadi lebih kuat di Gedung rakyat tersebut.
"Tapi sekarang Gedung Merah Putih itu dibajak untuk kepentingan-kepentingan yang dapat berseberangan dengan pemberantasan korupsi," ujar Febri, dikutip dari Kompas.com.
"Salah satu indikasinya adalah ketika para pagawai KPK, para penyidik, para penyelidik, para pegawai di berbagai unit di KPK itu disingkirkan dengan alasan tes wawasan kebangsaan yang kontroversial," ucap dia.
Febri menilai, apa yang terjadi di KPK saat ini adalah penghianatan terhadap semangat yang bertahun-tahun dibangun untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi.
Seperti diketahui, 56 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat setelah dinyakan tidak lolos TWK sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi ASN.
"Saya melihat ini bukan persoalan 56, 57, 100, atau bahkan 1000 pegawai KPK, tapi ini masalah kita bersama ketika kekuatan para koruptor tidak senang dengan pemberantasan korupsi," kata dia.
Menurut Febri, perlawanan terhadap keuatan para koruptor harus dilakukan secara terus menerus.
Kantor darurat ini, ucap dia, adalah simbol ketika semangat pemberantasan korupsi disingkirkan dari gedung KPK itu sendiri.
"Ketika niat baik untuk memberantas korupsi disingkirkan dengan berbagai fitnah dengan berbagai hoaks dengan berbagai labeling dengan berbagai pelanggaran aturan hukum," ucap Febri.
"Ketika banyak mimpi kita soal Indonesia yang bersih dari korupsi dibenamkan jauh-jauh karena berbagai pihak akan lebih senang ketika KPK lebih lemah," tutur dia.
(TribunTernate.com/Rizki A.) (Kompas.com/Irfan Kamil)