Fala Lamo Indonesia Sebut Hutan Halmahera Terancam oleh Deforestasi
Yayasan Fala Lamo Indonesia menyebut kondisi Pulau Halmahera, Maluku Utara, kian terancam akibat dari masifnya aktivitas sejumlah perusahaan
Penulis: M Julfikram Suhadi | Editor: Sitti Muthmainnah
TRIBUNTERNATE.COM- Yayasan Fala Lamo Indonesia menyebut kondisi Pulau Halmahera, Maluku Utara, kian terancam akibat dari masifnya aktivitas sejumlah perusahaan.
Direktur Eksekutif Fala Lamo, Jefferson Tasik, mengatakan bahwa perusahaan memperoleh izin dari Kementerian Kehutanan untuk mengeksploitasi hasil hutan kayu menggunakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Izin Usaha Perkebunan monokultur, dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Baca juga: 1.214 Honorer di Maluku Utara Lulus Seleksi PPPK Tenaga Teknis Tahap I
Sementara, masyarakat hanya memanfaatkan secara tradisional untuk kebutuhan pembangunan rumah dan kayu bakar.
Namun, meningkatnya permintaan pasar, masyarakat lokal terjebak dalam rantai pasok yang diberi label illegal logging.
Di sisi lain, praktek land clearing dari investasi perkebunan (monokultur) dan pertambangan telah memberikan tekanan yang signifikan terhadap laju deforestasi hutan Halmahera.
"Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.302/Menhut-II/2013 tanggal 1 Mei 2013, luas kawasan hutan di Provinsi Maluku Utara adalah 2.511.781 hektare. Sedangkan luas hutan di Pulau Halmahera adalah 1.790.667 hektare atau 71 persen dari total luasan kawasan hutan di Maluku Utara," sebutnya.
"Sementara BPDAS-HL Ake Malamo menyebutkan luasan hutan mangrove di Pulau Halmahera adalah 30.713 hektare," tambahnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data Global Forest Watch, Pulau Halmahera selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir 2014–2023, telah kehilangan tutupan hutannya sebesar 96.660 hektare dan 1.286,20 hektare tutupan mangrove.
“Secara ekologis dampak dari deforestasi tentu akan sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Pulau Halmahera dan sekitarnya," ujarnya.
"Selain itu, suku O’Hongana Manyawa yang bermukim di hutan Halmahera pun makin terancam. Selama ini mereka tidak pernah diakui oleh negara,” sambungnya.
Baca juga: Ini Tanda Christopher Nkunku Benar-benar Ingin Tinggalkan Chelsea, Fabrizio Romano: Tunggu Keputusan
Atas kondisi tersebut, Jefferson pun merekomendasikan agar pemerintah memastikan penerapan sistem jaminan legalitas kayu yang berlaku bagi pasar lokal dan memberi manfaat bagi pelaku usaha skala kecil.
Kemudian mendorong kebijakan dan aturan pengadaan barang/jasa pemerintah untuk kayu dan produk kayu, yang sudah memiliki jaminan legalitas kayu melalui Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).
"Penting pembenahan terhadap peraturan dan kebijakan untuk melindungi hak dan akses masyarakat di dalam dan sekitar hutan," tandasnya. (*)
| Program MBG Presiden Prabowo Belum Sentuh Seluruh Sekolah di Halmahera Selatan |
|
|---|
| Budiman Buka Penyebab Proyek Jalan Bobong-Dufo Taliabu Belum Dikerjakan |
|
|---|
| Penjelasan Daud Djubedi Soal 4 Warga Halmahera Selatan Jadi Korban TPPO di Myanmar |
|
|---|
| Alasan Polda Maluku Utara Hentikan Kasus Penelantaran Istri yang Libatkan Sekda Morotai Umar Ali |
|
|---|
| Pemkab Taliabu Segera Bayar Ganti Rugi Lahan Warga Desa Nggoli, Prosesnya Dimulai Besok |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.