Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pemprov Malut

Sherly Laos Target Seluruh Aset Pemprov Maluku Utara Tersertifikasi Tahun Ini

Reforma agraria bukan sekadar program, tetapi merupakan upaya negara dalam menata ulang kepemilikan tanah secara adil dan merata

Penulis: Sansul Sardi | Editor: Munawir Taoeda
Istimewa
STATEMENT: Gubernur Maluku Utara Sherly Laos berbicara dalam Rakor awal GTRA Provinsi Maluku Utara tahun 2025, Rabu (16/7/2025) 

TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFI - Gubernur Maluku Utara Sherly Laos secara resmi membuka rapat koordinasi (Rakor) Awal Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Maluku Utara tahun 2025 yang digelar oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Malut di Hotel Bella, Rabu (16/7/2025).

Rakor bertema “Sinergitas Lintas Sektor dalam Penyelesaian Konflik Agraria serta Optimalisasi Aset dan Akses Secara Efektif dan Berkelanjutan” ini dilaksanakan secara hybrid dan diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan, baik secara langsung maupun virtual.

Turut hadir secara daring Direktur Landreform Kementerian ATR/BPN Rudi Rubijaya, seluruh Kepala Kantor Pertanahan se-Malut, perwakilan instansi penegak hukum, OPD terkait, hingga praktisi dan konsultan GTRA.

Dalam sambutannya, Gubernur menekankan bahwa reforma agraria bukan sekadar program, tetapi merupakan upaya negara dalam menata ulang kepemilikan tanah secara adil dan merata.

Baca juga: Semester Pertama, PAD Halmahera Selatan Sudah Capai Rp 100 Miliar Lebih

Berdasarkan UU Nomor 62 Tahun 2024, tanah tidak boleh hanya dikuasai segelintir pihak, melainkan harus juga dimiliki oleh petani kecil, masyarakat adat, nelayan, dan kelompok rentan lainnya.

"Reforma Agraria terdiri dari tiga fokus utama yaitu penataan aset, penataan akses, dan penyelesaian konflik agraria, "tegas Sherly Laos

Gubernur menjelaskan bahwa setelah masyarakat mendapatkan legalitas tanah, pemerintah harus hadir memberikan akses pendukung, seperti bantuan alat, modal, hingga pelatihan usaha.

Sinergi lintas OPD menjadi kunci, seperti Dinas Perikanan, Pertanian, Perindag, hingga Koperasi.

Sherly Laos juga menyinggung konflik agraria yang kerap terjadi di Maluku Utara, terutama di wilayah yang bersinggungan dengan izin pertambangan.

"Seringkali masyarakat adat tidak memiliki sertifikat tanah yang selama ini mereka klaim sebagai milik turun-temurun."

"Akibatnya, tidak ada dasar hukum untuk menggugat atau menuntut ganti rugi ketika perusahaan tambang masuk, "paparnya.

Ia berharap, tanah adat bisa mulai dimasukkan dalam revisi RT/RW provinsi dan didorong untuk disertifikasi secara parsial.

"Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Kesultanan, kita bisa bantu legalisasi tanah adat mereka, agar bisa disewakan, dijual, atau dijadikan jaminan hukum,” tambahnya.

Sherly Laos menargetkan bahwa seluruh aset tanah milik Pemprov Maluku Utara yang senilai Rp800 miliar harus tersertifikasi tahun ini.

Selain itu, sertifikasi rumah ibadah dan lahan masyarakat akan segera menyusul.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved