Opini
Meritokrasi: Antara Idealisme dan Realitas dalam Manajemen SDM Sektor Publik
Meritokrasi, gagasan bahwa kinerja, kompetensi, dan integritas harus menjadi dasar dalam memberikan jabatan, promosi, dan penghargaan
Oleh: Dr. Rahmat Sabuhari, S.E., M.Si
Ahli Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebuah pertanyaan yang sederhana… namun sesungguhnya sangat mendasar:
Apakah kita sudah sungguh-sungguh menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat? Pertanyaan ini adalah inti dari sebuah konsep besar yang hari ini ingin saya sampaikan: meritokrasi.
Baca juga: HGN 2025 di Maluku Utara: Sherly Laos Apresiasi Pengabdian Guru, Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan
Mengapa Meritokrasi Penting?
Meritokrasi adalah gagasan bahwa kinerja, kompetensi, dan integritas harus menjadi dasar utama dalam memberikan jabatan, promosi, dan penghargaan.
Kata “merit” sendiri berarti layak. Maka meritokrasi berarti memberi kepada mereka yang layak, karena prestasinya, karena integritasnya, bukan karena kedekatan atau komitmen politik.
Ini tentang profesionalisme, integritas, dan Amanah.
Diakui atau tidak, banyak pekerjaan di sekitar kita yang dilakukan oleh bukan ahlinya. Di dunia pendidikan, kantor, perusahaan, wirausaha, dan bidang lainnya, seringkali proses rekrutmen dan penentuan jabatan dan pekerjaannya bukan berdasarkan kapasitas, melainkan berdasarkan kedekatan, baik personal maupun sosial.
Kita harus mengingat ultimatum yang pernah disabdakan Nabi sebagaimana diriwayatkan imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya: Artinya: “Apabila sebuah urusan diberikan kepada bukan ahlinya maka tunggulah waktu kebinasaannya”.
Michael Young dalam bukunya The Rise of the Meritocracy tahun 1958 mengingatkan bahwa masyarakat akan maju ketika penghargaan diberikan kepada mereka yang berhasil karena kemampuan, bukan karena hubungan personal.
Dan konsep itu, menjadi semakin penting dalam konteks birokrasi Indonesia yang sedang berupaya mengukuhkan profesionalisme dan integritas.
Landasan Hukum dan Arah Reformasi
Kita beruntung, karena negara kita telah memiliki fondasi hukum yang kuat.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN secara tegas menyatakan bahwa manajemen ASN harus berbasis pada sistem merit.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut sistem merit sebagai kebijakan SDM yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, serta kinerja, tanpa diskriminasi.
Ini bukan sekadar idealisme.
Ini mandat undang-undang.
Ini arah reformasi birokrasi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ternate/foto/bank/originals/Dr-Rahmat-Sabuhari-SE-MSi.jpg)