Opini
BAHIM: Teras Depan atau Halaman Belakang Ternate?
Pulau-pulau seperti Batang Dua, Hiri dan Moti secara konsisten menunjukkan sebuah problematika infrastruktur dasar dibandingkan pulau induk Ternate
Yokpedi Lette, S.IP., M.Si
Pemuda Kecamatan Batang Dua
PEMERINTAH Kota Ternate telah mengambil langkah strategis yang signifikan dengan merumuskan dan memprioritaskan pembangunan tiga pulau terluar yakni Batang Dua, Hiri, dan Moti dalam sebuah akronim yang kini dikenal sebagai BAHIM.
Kebijakan ini, telah diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang juga bagian dari manifestasi komitmen politik.
Sebagai putra asli yang lahir dan ditempa oleh ombak, saya melihat ada pertanyaan mendasar yang perlu kita merefleksikan bersama, baik oleh masyarakat maupun pemangku kebijakan:
Di manakah kita menempatkan istilah BAHIM dalam visi besar pembangunan kota? Apakah sebagai "Halaman Belakang" tempat menyimpan ketertinggalan, atau sebagai "Teras Depan" yang membanggakan? ataukah BAHIM hanyalah akronim/singkatan.
Opini ini bertujuan mengurai BAHIM tidak hanya sebagai tagline promosi, tetapi sebagai filosofi instrumen kebijakan publik yang memiliki potensi besar sekaligus tantangan implementasi yang kompleks.
Secara jujur harus diapresiasi upaya Pemkot Ternate selama ini, dalam mengupayakan penyediaan fasilitas energi (SPBU komunal) dan pengembangan infrastruktur dasar di tiga pulau tersebut.
Kemudian pula program pendukung seperti penyediaan rumah singgah bagi warga BAIM yang membutuhkan perawatan kesehatan di pulau induk menunjukkan pendekatan yang humanis dan holistik.
Memperkuat Fondasi BAIM
Meskipun inisiatif BAHIM telah meletakkan pondasi yang kokoh, tantangan di depan menuntut Pemerintah Kota Ternate untuk beralih dari fase inisiasi menuju fase optimalisasi strategis. Kita perlu melihat ke depan dengan opjektif.
Pulau-pulau seperti Batang Dua, Hiri dan Moti secara konsisten menunjukkan sebuah problematika infrastruktur dasar dibandingkan pulau induk Ternate. Akses terhadap energi listrik 24 jam, air bersih yang berkelanjutan, dan konektivitas transportasi yang efisien masih menjadi barang yang sangat mewah.
Ini tentu kaitannya dengan kritik utama dari perspektif Administrasi Publik adalah risiko sentralisme pembangunan. Para ahli menekankan bahwa pembangunan di pulau kecil harus bersifat partisipatif dan bottom-up.
Pemkot Ternate didorong untuk lebih realistis melalui perencanaan program BAHIM. Misalnya Pemberdayaan Camat dan Lurah di tiga pulau ini harus ditingkatkan, memberi mereka ruang otonomi atau pendelegasian kewenangan yang lebih besar untuk menentukan prioritas berbasis kebutuhan bottom-up. Ini adalah kunci untuk memastikan program pembangunan relevan dan menghindari pemborosan akibat kesalahan perencanaan.
Program pengembangan ekonomi harus berlandaskan pada kearifan lokal misalnya, budidaya perikanan tradisional, pengolahan hasil perkebunan rempah. BAHIM harus menjadi platform untuk mempromosikan keunikan sosial-budaya masing-masing pulau sebagai aset pariwisata yang otentik.
Keberhasilan BAHIM menuntut sinergi kelembagaan yang melampaui batas OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Dibutuhkan kolaborasi erat dengan sektor swasta (untuk investasi pariwisata yang bertanggung jawab) dan akademisi (untuk studi daya dukung lingkungan dan perencanaan mitigasi bencana).
| Astrianti Ismail: Higiene dan Sanitasi Kunci Pelaksanaan Program MBG |
|
|---|
| Demokrasi di Tengah Catatan Kebijaksanaan |
|
|---|
| Revisi UU Pemilu: Dorong Pengawasan Bukan Mobil Mogok di Era Digital |
|
|---|
| Catatan Manajemen Talenta: Secercah Harapan ASN Provinsi Maluku Utara |
|
|---|
| Belajar dari Singapura, Ternate Perlu Strategi Baru Tangani Sampah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ternate/foto/bank/originals/Yokpedi-Lette-SIP-MSi-selaku-pemuda-Kecamatan-Batang-Dua-Kota-Ternate.jpg)