Terkini Internasional
Joe Biden Tak Menyesal Tarik Pasukan, AS Prediksi Afghanistan Dikuasai Taliban dalam 90 Hari
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan dirinya tidak menyesali keputusannya untuk menarik pasukan dari Afghanistan.
TRIBUNTERNATE.COM - Pada awal Juli 2021 lalu, seluruh pasukan Amerika Serikat (AS) ditarik dari pangkalan militer utama mereka di Afghanistan.
Presiden AS Joe Biden mengatakan dirinya tidak menyesali keputusannya untuk menarik pasukan dari Afghanistan.
Sementara, gerilyawan Taliban terus semakin merajalela.
Dikutip TribunTernate.com dari BBC.com, Joe Biden mendesak para pemimpin Afghanistan untuk bersatu dan "berjuang untuk bangsa mereka."
Kampanye militer AS dimulai pada 2001 silam setelah terjadinya serangan terorisme 9/11 di Amerika - tetapi, sekarang sebagian besar pasukan asing di Afghanistan telah ditarik keluar.
Kelompok Taliban kini telah merebut sembilan dari 34 ibu kota provinsi di negara itu, dan mengancam lebih banyak wilayah lainnya.
Saat berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Selasa (10/8/2021), Joe Biden mengatakan AS memenuhi komitmen yang telah dibuatnya ke Afghanistan.
Misalnya, memberikan dukungan udara jarak dekat, membayar gaji militer, dan memasok pasukan Afghanistan dengan makanan dan peralatan.
Namun, Joe Biden berkata, "Mereka harus berjuang untuk diri mereka sendiri."
Baca juga: Krisis Iklim, PBB Peringatkan Manusia Timbulkan Dampak yang Tak Dapat Diubah Lagi bagi Bumi
Baca juga: Bencana Alam akibat Perubahan Iklim akan Jadi Tema Utama Laporan Sains PBB
Baca juga: WHO: Varian Delta Adalah Peringatan bahwa Covid-19 Terus Berkembang dan Terus Menular

Baca juga: Presiden AS Biden Minta Negara Bagian Beri Insentif Rp1,4 Juta untuk Setiap Orang yang Mau Divaksin
Baca juga: Kondisi Barcelona Pasca-Keluarnya Lionel Messi: Ruang Ganti Kacau, Harmoni Antar-Pemain Terganggu
Baca juga: Dokter di Tangerang Bakar Bengkel hingga 3 Orang Tewas: Kini Jadi Tersangka, Terancam Hukuman Mati
The Washington Post mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan wilayah ibu kota negara Kabul bisa jatuh ke tangan Taliban dalam waktu 90 hari, berdasarkan penilaian militer AS.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut, lebih dari 1.000 warga sipil tewas di tengah pertempuran sengit antara Taliban dan pasukan pemerintah dalam sebulan terakhir.
Sementara, UNICEF memperingatkan pada minggu ini bahwa kekejaman yang dilakukan terhadap anak-anak di Afghanistan "semakin tinggi dari hari ke hari".
Dalam kemajuan besar terbaru mereka, gerilyawan Taliban merebut tiga ibu kota provinsi dalam 24 jam, yakni Faizabad, Farah, dan Pul-e-Khumri.
Para pejabat mengatakan, pada Selasa pemberontak telah mengibarkan bendera mereka di alun-alun utama dan di kantor gubernur di Pul-e-Khumri, ibu kota Provinsi Baghlan, yang terletak sekitar 200 km (125 mil) dari Kabul.
Seorang jurnalis lokal dan anggota dewan provinsi mengatakan kepada BBC, kota barat Farah telah jatuh.
Dan pada Rabu (11/8/2021), pasukan Taliban mengklaim telah merebut Faizabad yang terletak di wilayah barat laut negara itu.
Kelompok militan juga mencaplok sejumlah wilayah, termasuk kota utama Kunduz di utara, pada pekan ini.
Hal ini dianggap sebagai pintu gerbang bagi Taliban untuk merangsek ke provinsi-provinsi yang kaya mineral dan berada di lokasi penting yang strategis dekat perbatasan dengan Tajikistan, yang biasa juga digunakan untuk penyelundupan opium dan heroin.
Pertempuran sengit terus berlanjut di bagian lain negara itu, sementara pesawat AS dan Afghanistan telah melakukan serangan udara.
Pada Rabu, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani terbang ke Mazar-i-Sharif sebagai tindakan nyata untuk mengumpulkan para pembela di kota utama di utara yang sekarang terancam oleh militan.
Ribuan orang telah meninggalkan rumah mereka dalam beberapa hari terakhir.
"Kami melihat mayat-mayat tergeletak di dekat penjara ... ada anjing di samping mereka," kata seorang wanita yang meninggalkan Kunduz saat Taliban mengambil alih kota itu, kepada kantor berita AFP.
Penduduk yang masih berada di Kunduz mengatakan toko-toko mulai dibuka kembali ketika gerilyawan Taliban memusatkan perhatian mereka pada pasukan pemerintah yang bergerak mundur ke bandara.
"Orang-orang membuka toko dan bisnis mereka, tetapi Anda masih bisa melihat ketakutan di mata mereka," kata salah seorang warga setempat.
Taliban sendiri telah menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata.
Kepala Staf Pertahanan Inggris Jenderal Sir Nick Carter mengatakan kepada BBC, jika negara Afghanistan retak, itu bisa jadi "kondisi ideal" untuk lahirnya terorisme internasional dan ekstremisme kekerasan.
SUMBER: BBC.COM
(TribunTernate.com/Rizki A.)