Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Polusi Udara dan Kabut Asap Memburuk akibat Batu Bara, Jalan dan Sekolah di Beijing China Ditutup

Jalan-jalan raya dan taman bermain sekolah di Beijing, China ditutup pada Jumat (5/11/2021) karena polusi udara yang kian memberat.

Pexels/Sean Kernerman
ILUSTRASI KABUT ASAP TEBAL DI TENGAH KOTA - Ibu Kota Beijing, China tutup jalan dan sekolah karena polusi udara berat. 

TRIBUNTERNATE.COM - Jalan-jalan raya dan taman bermain sekolah di Beijing, China ditutup pada Jumat (5/11/2021) karena polusi udara berat.

Seperti diketahui, belakangan China meningkatkan produksi batu bara yang kemudian mendapatkan pengawasan dari pencatat lingkungan dalam pembicaraan iklim internasional.

Di minggu pertama November ini, para pemimpin dunia berkumpul di Skotlandia untuk negosiasi COP26 yang dianggap sebagai salah satu peluang terakhir untuk mencegah bencana perubahan iklim.

Namun, alih-alih hadir, Presiden China Xi Jinping justru hanya membuat dan mengirim pidato secara tertulis untuk pertemuan tersebut.

Sebagai penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia yang bertanggung jawab atas perubahan iklim, China baru-baru ini justru meningkatkan produksi batu bara mereka.

Hal itu dilakukan usai rantai pasokannya goyah dalam beberapa bulan terakhir oleh krisis energi yang disebabkan target emisi yang ketat dan rekor harga bahan bakar fosil.

Diwartakan oleh Channel News Asia, kabut asap yang tebal terlihat menyelimuti sebagian besar China bagian utara pada Jumat (5/11/2021).

Jarak pandang di beberapa daerah pun mulai menurun menjadi kurang dari 200 meter.

Baca juga: Perubahan Iklim hingga Vaksin, Ini 5 Hal yang Dibahas Para Pemimpin Dunia dalam KTT G20 di Italia

Baca juga: Hadiri KTT G20 di Italia, Jokowi: Indonesia Ingin G20 Memberikan Contoh dalam Hadapi Perubahan Iklim

Sekolah-sekolah di ibu kota yang akan menjadi tuan rumah Winter Olympics 2022 itu pun diperintahkan untuk menghentikan kelas pendidikan jasmani dan kegiatan di luar ruangan.

Jalan raya ke kota-kota besar termasuk Shanghai, Tianjin, dan Harbin ditutup karena jarak pandang yang buruk.

Stasiun pemantauan udara di kedutaan AS di Beijing menyatakan bahwa polutan yang terdeteksi di hari Jumat ini mencapai tingkat yang didefinisikan sebagai "sangat tidak sehat" untuk populasi umum.

Tingkat partikel kecil atau PM2.5 yang menembus jauh ke dalam paru-paru dan menyebabkan penyakit pernapasan berada di angka 230, jauh di atas batas yang direkomendasikan WHO, yakni 15.

Pihak berwenang di Beijing pun menyalahkan polusi yang terjadi di hari ini pada kombinasi cuaca yang tidak baik dan penyebaran polusi regional.

Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa kabut asap kemungkinan akan bertahan hingga setidaknya Sabtu (6/11/2021) malam.

"Namun, akar penyebab kabut asap di China Utara adalah pembakaran bahan bakar fosil," kata manajer iklim dan energi Greenpeace Asia Timur, Danqing Li.

Diketahui, China menghasilkan sekitar 60 persen energinya dari pembakaran batu bara.

Baca juga: Akibat Krisis Iklim, Dunia Kini Hadapi Ancaman Gelombang Panas yang Tak Tertahankan

Baca juga: Disebut sebagai Ancaman Kesehatan Terbesar bagi Manusia, WHO Peringatkan Bahaya Perubahan Iklim

Apa Itu COP26?

Sejak 31 Oktober hingga 12 November sejumlah pemimpin dunia menghadiri KTT yang membahas perubahan iklim, COP26, di Glasgow, Skotlandia.

Apa itu COP26? Sederhananya, COP26 adalah konferensi terkait iklim terbesar dan terpenting di planet ini sebagaimana dilansir dari situs web PBB.

Pada 1992, PBB menyelenggarakan acara besar di Rio de Janeiro, Brasil, yang disebut Earth Summit.

Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi.

Lewat UNFCCC, negara-negara sepakat untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer untuk mencegah gangguan berbahaya dari aktivitas manusia pada sistem iklim.

Saat ini, perjanjian tersebut memiliki 197 penandatangan.

Sejak 1994, setiap tahun PBB telah mempertemukan hampir setiap negara di Bumi untuk mengikuti KTT iklim global atau COP, yang merupakan singkatan dari Conference of the Parties.

Seharusnya, tahun 2021 menjadi COP global ke-27, namun karena pandemi Covid-19, pelaksanaan COP tertunda setahun.

Oleh karenanya, tahun ini digelar COP ke-26 dan disebut sebagai COP26.

Baca juga: Meski Suhu Global hanya Naik 0,5 Derajat Celsius, Ini Dampaknya pada Kehidupan

Baca juga: Sama Bahayanya dengan Krisis Iklim, Polusi Suara yang Ditimbulkan Manusia Ancam Kehidupan di Laut

Mengapa COP26 penting?

Berbagai “perpanjangan” UNFCCC telah dinegosiasikan selama COP untuk menetapkan batas produksi emisi gas rumah kaca untuk masing-masing negara yang mengikat secara hukum.

Beberapa “perpanjangan” tersebut seperti Protokol Kyoto pada 1997 yang menetapkan batas emisi untuk negara-negara maju yang harus dicapai pada 2012.

Selain itu, ada Perjanjian Paris yang diadopsi pada 2015.

Dalam Perjanjian Paris, negara di dunia sepakat membatasi pemanasan global tidak melebihi 2 derajat Celsius, idealnya 1,5 derajat Celsius, serta meningkatkan pendanaan aksi iklim.

Dalam COP26, delegasi juga bertujuan menyelesaikan "Paris Rulebook" atau aturan yang diperlukan untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris.

Kali ini, mereka perlu menyepakati kerangka waktu umum untuk frekuensi revisi dan pemantauan komitmen iklim mereka.

COP26 kali ini merupakan kesempatan penting untuk mewujudkan aturan-aturan guna mencapai Perjanjian Paris.

(TribunTernate.com/Ron)(Kompas.com/Danur Lambang P)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved