Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Imlek 2025

Menengok Sejarah Kelenteng Thian Hou Kiong, Bukti Jejak Etnis Tionghoa di Ternate

Kelenteng Thian Hou Kiong merupakan salah satu bukti eksistensi etnis Tionghoa di Kota Ternate, Maluku Utara

TribunTernate.com/M Julfikram Suhadi
Kelenteng Ibu Suri Agung Ternate, pusat pelaksanaan ibadah Imlek 2025 

"Itu gelombang pertama yang masuk ke Maluku, tetapi tidak disebutkan di kota mana. Kedatangan mereka dengan satu tujuan, yaitu pencarian rempah-rempah," bebernya.

Saat itu, orang-orang Cina sudah mengenal cengkeh, pala dan rempat-rempah sebelum abad masehi, jauh sebelum bangsa Portugis dan Belanda menjajah Indonesia.

Kehadiran mereka bukan untuk menguasai atau merampas hasil bumi di 'Moloku Kie Raha', tetapi murni berdagang.

"Membawa barang-barang dari Cina untuk dijual di Maluku Utara, begitupun sebaliknya," jelasnya.

Lanjut JS Boy Ang, kedatangan etnis Cina berikutnya pada tahun 1225, 1300, 1304 sampai dengan 1399.

Tempat ibadah umat Tionghoa di Klenteng Ibu Suri Agung Ternate
Tempat ibadah umat Tionghoa di Klenteng Ibu Suri Agung Ternate (TribunTernate.com/M Julfikram Suhadi)

Gelombang selanjutnya, berangsur-angsur mulai berdatangan pada abad 15-17. Di abad ini mereka membawa misi barter cengkeh dengan warga pribumi.

"Waktu itu kedatangan mereka agak banyak, meskipun eksistensi mereka untuk membangun permukiman disini belum tampak," ujarnya.

Proses jual beli ini berlangsung terus-menerus hingga akhirnya keberadaan etnis Tionghoa mulai membaur dengan masyarakat lokal. Alhasil, transaksi dan bisnis mulai dikenal masyarakat pribumi.

Berdasarkan catatan sejarah, orang Cina mulai membangun permukiman 'Kampung Cina' di Maluku, persis diantara abad 17-19.

Hampir sebagian besar daerah di Maluku Utara diantara abad itu, permukiman Cina mulai terbentuk di Ternate, Tobelo, Morotai, hingga Bacan, dan sejumlah daerah lainnya.

Di Ternate sendiri, permukiman Cina mulai dibangun pada abad ke-18. Warga lokal Ternate kala itu sangat terbuka dengan keberadaan etnis Cina (1882 dan 1854), dianggap bak warga pribumi.

Baca juga: Harta Kekayaan Kadis Pariwisata Maluku Utara Tahmid Wahab Capai Rp325 Juta, Ini Rinciannya

Hal itu dibuktikan dengan pemberian gelar bangsawan oleh Kesultanan Ternate kepada etnis Tionghoa.

Pada periode 1822, Kesultanan Ternate memberi gelar bangsawan Kapita Cina kepada etnis Cina. Itu menunjukan bahwa kesultanan Ternate dan masyarakat Maluku Utara umumnya sangat terbuka menerima keberadaan orang Cina.

"Mereka bebas beraktivitas, berdagang, bahkan melakukan perkawinan silang dengan warga asli, hingga tak sedikit dari mereka memeluk agama yang dianut penduduk pribumi," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved