Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

DPRD Maluku Utara

Fraksi Hanura Tolak Ranperda, Ketua DPRD Malut: Itu Hak Mereka, Tapi Sungguh Disayangkan

Salah satu Ranperda yang ditolak Fraksi Hanura DPRD Maluku Utara ialah Ranperda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan

Penulis: Sansul Sardi | Editor: Munawir Taoeda
Tribunternate.com/Sansul Sardi
STATEMENT: Gedung DPRD Maluku Utara di Sofifi. Ranperda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan jadi salah satu Ranperda yang ditolak Fraksi Hanura 

TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFI - Fraksi Hanura DPRD Maluku Utara menolak dua Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang diajukan pemerintah daerah.

Yakni Ranperda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Ranperda tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Wilayah Pertambangan.

Penolakan itu disampaikan langsung dalam rapat paripurna di kantor DPRD Maluku Utara, Sofifi, Jumat (12/9/2025).

Ketua Fraksi Hanura, Yusran Pauwa, menegaskan sikap fraksinya dengan menyatakan walk out dari paripurna setelah menyampaikan pandangan akhir.

Baca juga: Kenaikan Harga Beras di Kota Maba Halmahera Timur Menurut Ricko Dibeturu

"Sejumlah pasal dalam kedua Ranperda ini tidak realistis, tumpang tindih dengan aturan nasional, dan justru berpotensi merugikan masyarakat kecil, "ujar Yusran kepada Tribunternate.com.

Dalam Ranperda Peternakan, Fraksi Hanura menilai ada sejumlah aturan yang bermasalah, di antaranya:

Kewajiban rekomendasi gubernur untuk mendatangkan pakan dari luar daerah, yang dinilai menambah beban birokrasi bagi peternak kecil.

Aturan penyediaan lahan 1 hektar sawit untuk 1 ekor sapi, dianggap tidak realistis dan rawan memicu konflik agraria.

Pembentukan badan usaha peternakan dengan pendanaan APBD, berpotensi memicu monopoli usaha sekaligus membebani fiskal daerah.

Selain itu, Fraksi Hanura menilai perlindungan terhadap satwa dilindungi masih lemah, begitu pula sistem pencegahan penyakit hewan yang dinilai belum optimal.

Sedangkan untuk Ranperda Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Pertambangan, Hanura menilai regulasi ini terlambat.

Menurut mereka, aturan semacam ini seharusnya sudah ada sejak izin tambang nikel diberikan pada 2009.

"Selama ini program pemberdayaan masyarakat hanya sebatas ‘sumbangan sosial’ tanpa regulasi yang jelas."

"Kami mendesak agar perda menetapkan zonasi wilayah terdampak, mewajibkan perusahaan menyisihkan minimal 2–4 persen laba bersih untuk PPM, serta melibatkan publik dalam pengawasan, "tegas Yusran.

Ketua DPRD Maluku Utara, M Iqbal Ruray, menyayangkan sikap Fraksi Hanura. Menurutnya, kedua Ranperda tersebut sudah melalui proses panjang sejak periode sebelumnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved