300 Warga Desa Kusubibi Terdampak Penutupan Tambang, Praktisi Minta Pemkab Halsel Percepat WPR
Darman meminta Pemkab Halmahera Selatan perlu menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan memberikan izin pertambangan rakyat (IPR)
Penulis: Nurhidayat Hi Gani | Editor: Munawir Taoeda
Ringkasan Berita:1. Sejak ditutup pada 23 April 2025 lalu, sebanyak 300 warga Desa Kusubibi yang bergantung hidup dari tambang dilaporkan terdampak secara ekonomi
2. Imbasnya, anak dari warga di sana terpaksa harus menghentikan pendidikan di perguruan tinggi (PT)
3. Darman Sugianto: Pemerintah daerah perlu menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan memberikan izin pertambangan rakyat
TRIBUNTERNATE.COM, BACAN - Pentupan aktivitas pertambangan emas tanpa izin di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat oleh Polres Halmahera Selatan, Maluku Utara kembali menjadi sorotan publik.
Pasalnya, sejak tambang tersebut ditutup pada 23 April 2025 lalu, sebanyak 300 warga di sana yang bergantung hidup dari hasil penambangan dilaporkan terdampak secara ekonomi.
Bahkan, ada sebagian warga terpaksa menghentikan pendidikan anak-anak mereka di perguruan tinggi (PT) Kota Ternate lantaran tak mampu membiayai.
Praktisi hukum Maluku Utara Darman Sugianto mengatakan fenomena ini harus dibaca dari perspektif konstitusi dan keadilan sosial-ekologis.
Baca juga: BKPPD Halmahera Selatan Tutup Masalah SK Bodong Seleksi PPPK Tahap I 2024
Ia menyebut dalam Pasal 33 UUD 1945 telah menegaskan bumi, air dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Penambang rakyat seperti di Desa Kusubibi berhak mendapat pengakuan, pembinaan, dan perlindungan, "kata Darman dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).
Darman meminta Pemkab Halmahera Selatan perlu menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan memberikan izin pertambangan rakyat (IPR).
Selain itu, pelatihan teknis dan pengawasan lingkungan harus menjadi bagian dari program pembinaan.
"Dengan alat yang aman dan pembinaan yang tepat, penambang rakyat akan mengikuti aturan. Negara hadir sebagai fasilitator, bukan penghalang, "imbuhnya.
Pendekatan ini sejalan dengan UU nomor 3/2020 tentang Minerba dan program nasional Artisanal and Small-Scale Mining (ASM).
Darman menegaskan bahwa pendekatan represif yang menutup tambang rakyat tanpa legalisasi justru melanggar prinsip keadilan sosial dan ekologis.
"Kalau tambang besar boleh menguasai ribuan hektare, mengapa rakyat kecil dilarang menambang beberapa meter untuk hidup? Keadilan ekologis harus selaras dengan keadilan sosial."
"Jadi negara wajib berpihak pada isi perut rakyat kecil, bukan semata kepentingan korporasi besar, "sambungnya.
Baca juga: Bupati Halmahera Selatan Bassam Kasuba Harap Camat dan Kades Implementasi Ilmu Hasil Retreat
Darman menambahkan, dengan legalisasi, pengawasan keselamatan kerja, lingkungan, dan retribusi, daerah bisa berjalan tertib.
Oleh karan itu, perlu adanya tim terpadu yang melibatkan pemerintah daerah, ESDM, akademisi dan tokoh masyarakat untuk memastikan legalisasi tambang rakyat terealisasi pada 2026.
"Ini bukan soal pemberian hak istimewa, tapi pengakuan konstitusional bagi rakyat kecil yang bekerja keras dari bumi dan mineralnya sendiri, "tandas Darman. (*)
| Resmi Jadi Tersangka, Ini Fakta-fakta Kasus Rudapaksa oleh Oknum Anggota DPRD Kepulauan Sula |
|
|---|
| Pemprov Maluku Utara Dorong ASN Miliki Rumah Sendiri Lewat Program Tapera |
|
|---|
| Jalankan Amanah Gubernur, Dinas Pendidikan Maluku Utara Jajaki Kerja Sama Strategis dengan ISI |
|
|---|
| Wakil Bupati Halmahera Timur Anjas Taher Sebut Menonaktifan 3 Kepala Puskesmas Harus Berdasar |
|
|---|
| Sopir Lintas Keluhkan Pelayanan Pelabuhan Ferry Gorua Halmahera Utara |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ternate/foto/bank/originals/Tambang-emas-ilegal-di-Halmahera-Selatan-Maluku-Utara.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.